Thrifting; Dicari dan Dibenci

Thrifting; Dicari dan Dibenci


Perkara thrifting atau baju bekas impor dianggap negara sebagai permasalahan serius. Yang memperhatikan tak tanggung-tanggung, setelah Menteri Perdagangan Airlangga Hartarto dianggap hanya 'angin lalu' koar-koar tentang larangan pakaian impor bekas, belakangan Presiden Jokowi turun tangan 'ngurusin' pakaian bekas pakai ini.

Bebeberapa waktu yang lalu, Presiden Jokowi bahkan harus mengajak kabinetnya untuk menyatakan perang terhadap produk thrifting.

Ajakan perang Jokowi ini bukan tanpa alasan, produk pakaian seken ini dianggap menganggu industri fashion dalam negeri.

Baca Juga: Musim Pamer Harta (Flexing), Ujungnya Merana

Jokowi bahkan secara khusus menjadikan masalah pakaian bekas ini sebagai musuh bersama, ia mengenyampingkan masalah-masalah negara lainnya yang lebih krusial untuk membumihanguskan para pelaku impor pakaian bekas ini.

"Itu (thrifting) mengganggu industri tekstil kita," kata Jokowi.

Indonesia Rutin Impor Thrifting

Berdasarkan data BPS, ternyata Indonesia adalah negara yang paling rutin melakukan impor pakaian bekas dengan negara asal paling besar yakni; China.

Jumlahnya tak tanggung-tanggung, di tahun 2019 saja, impor pakaian bekas asal China bahkan menembus angka 417 ton lebih.

Meskipun secara year on year pasca tahun 2019, tren impor pakaian bekas asal China cenderung menunjukkan angka penurunan, namun ada kecenderungan lain bahwa data yang disebutkan BPS itu adalah data impor pakaian bekas yang resmi, sehingga ada indikasi jika impor thrifting ini juga dimainkan secara ilegal.

Thrifting Dibenci tapi Dicari

Namun kenyataannya keinginan pemerintah untuk memerangi impor pakaian bekas ini hingga ke akar-akarnya tak sepenuhnya didukung oleh banyak masyarakat Indonesia, khususnya bagi kalangan masyarakat menengah hingga menengah ke bawah.

Faktanya, produk thrifting banyak dicari dan diburu oleh masyarakat Indonesia tak hanya di daerah bahkan daerah sekelas Jakarta maupun kota besar lainnya termasuk Bandung yang selama ini dikenal sebagai kota fashion kebanyakan masyarakatnya lebih memilih memburu pakaian impor bekas ketimbang yang baru.

Kebijakan kontradiktif dengan fakta lapangan ini juga jelas berpotensi menimbulkan gesekan tak hanya antara pemerintah dengan pedagang pakaian impor bekas tapi juga antara pemerintah dengan kebanyakan masyarakat Indonesia yang hidup dibawah garis kemiskinan.

Thrifting Solusi Fashion dengan Harga Terjangkau

Diakui atau tidak, faktanya produk thrifting memang diminati oleh kebanyakan masyarakat Indonesia karena dianggap memiliki harga yang terjangkau.

Keadaan ini secara langsung menafikan jargon-jargon yang selama ini didengungkan oleh pemerintah kita tentang bangga dengan produk dalam negeri, namun ironisnya kebanyakan produk dalam negeri dijual dengan harga selangit sementara kebanyakan masyarakat Indonesia adalah golongan masyarakat menengah ke bawah.

Beberapa masyarakat khususnya pemburu pakaian impor bekas menolak kebijakan pemerintah untuk memerangi produk pakaian bekas impor ini, karena menurut mereka selama ini selain harga yang lebih terjangkau kualitas produk thrifting jauh lebih baik ketimbang lokal.

"Kalau punya kebijakan itu seharusnya diiringi dengan solusi juga dong, biar fair. Jangan hanya bisa melarang thrifting tapi pemerintah tidak memfasilitasi harga produk dalam negeri yang masih selangit dan kualitasnya biasa-biasa saja," ujar seorang pemburu produk thrifting di Lampung.

Posting Komentar

Terima kasih karena telah berkenan memberikan komentar yang membangun untuk blog ini

Lebih baru Lebih lama